Bagaimana Hukum Tunangan dalam Islam? Dalam mengkaji hukum Islam tentang tunangan sebelum menikah, hendaknya kita mengacu pada pendapat beberapa ulama mengenai penjelasan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan menurut mayoritas ulama, hukum tunangan adalah mubah (bisa). Hal ini karena bertunangan dikategorikan sebagai proses persiapan atau pendahuluan.
Dalam hal ini, persiapan seorang pria sebelum menikahi seorang wanita, dan pria itu melakukan khitbah atau lamaran yang mengikat seorang wanita selama syarat dan ketentuan khitbah itu diterima.
Jadi tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam Islam karena tujuannya hanya mengetahui kesediaan pihak wanita yang dilamar sebagai janji bahwa pria akan menikahi wanita itu.
Banyak bertanya bagaimana Hukum Tunangan dalam Islam?
A. Hukum Tunangan dalam Islam Menurut Hadits
Hukum Tunangan dalam Islam menurut mayoritas ulama, hukum tunangan adalah mubah (bisa)
Seperti hadits berikut ini:
Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ini menjelaskan bahwa Islam membolehkan pihak laki-laki untuk melamar seorang perempuan atau mengkhitbahnya.
Dengan demikian, pihak laki-laki dapat mengikat calon mempelai wanita dengan tali pertunangan, tetapi dengan syarat beberapa hal yang diatur dalam syariat Islam telah disepakati terlebih dahulu.
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa setelah bertunangan status laki-laki yang melamar perempuan tersebut, status perempuan tersebut masih belum halal.
Tentunya hal ini juga harus sesuai dengan syariat Islam, sehingga keduanya tidak boleh saling bersama, bergaul, atau mungkin melakukan sesuatu yang dilarang dan menjerumuskan keduanya ke dalam zina.
Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :
- Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan beberapa pihak bebas untuk memutuskan hubungan peminangan.
- Kebebasan untuk mengakhiri hubungan peminangan dengan prosedur yang baik sesuai dengan kebijakan dan rutinitas yang ada, sehingga kerukunan dan saling menghargai terus digalakkan.
Bagaimana sudah terjawab pertanyaan Hukum Tunangan dalam Islam?
Baca juga: Proses Taaruf Berapa Lama?
B. Hukum Memberikan Hadiah Pertunangan Dalam Islam
Tunangan sama saja dengan bertukar cincin, seserahan dan lain sebagainya. Bagaimana Islam melihatnya?
Padahal, tidak ada rutinitas tukar-menukar cincin atau seserahan dalam Islam. Bisa jadi budaya ini hanyalah budaya yang berkembang di masyarakat.
Laki-laki diperbolehkan memberikan hadiah atau cinderamata kepada perempuan atau calon istri atau tunangannya atau yang biasa disebut dengan urf.
Namun tentu dengan syarat laki-laki itu tidak boleh mengambil kembali hadiahnya jika lamarannya gagal.
Sampai itu akan menjadi milik wanita. Oleh karena itu, hukum jual beli cincin tunangan dalam Islam juga dikaji lebih dalam. Apakah diperbolehkan atau mungkin tidak. Namun dalam hadits sebagai berikut:
Hal ini juga sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa:
“Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya.” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim).
C. Hukum Membatalkan Tunangan Dalam Islam
Seperti yang kita ketahui, tunangan atau lamaran hanyalah sebuah janji yang dibuat oleh seorang pria yang hendak menikahi seorang wanita.
Tunangan adalah langkah awal sebelum proses pernikahan. Untuk beberapa alasan, tunangan mungkin bisa saja diputuskan atau ditolak oleh salah satu pihak.
Yang dalam hal ini tentunya karena faktor seperti pertengkaran antar keluarga atau ada yang tidak beres.
Dan beberapa informasi yang telah diperoleh bahwa sebenarnya tidak ada batasan atau ketentuan terkait yang tidak membolehkan membatalkan tunangan.
Karena bertunangan bukan berarti harus mengadakan pernikahan. Karena itu, jika tunangan batal, sebenarnya tidak masalah.
Baik dibatalkan pihak mempelai wanita atau pihak keluarga wanita atau juga dari pihak laki-laki. Tapi ada adab di lingkungan sosial ketika tunangan batal.
Dalam hal ini, mahar atau cincin tunangan atau hadiah tunangan dikembalikan kepada si pemberi. Karena hadiah tunangan sebenarnya merupakan tujuan mahar, yaitu pemberian pada saat pernikahan dilangsungkan.
Tapi tidak ada yang mengatakan itu harus dikembalikan. Meski tunangan dan rencana pernikahannya gagal. Tapi adat di Indonesia sepertinya memang seperti itu.
Hak laki-laki yang gagal, karena pihak perempuan menggagalkan pertunangan tersebut. Tapi jika pihak laki-laki yang membatalkan, umumnya tidak dikembalikan.
Namun, ada banyak hal yang perlu dipahami. Dalam hal ini terkait dengan tunangan. Padahal, tunangan adalah janji seorang pria untuk menikahi seorang wanita.
Jadi kalau tidak ada hal penting yang dapat membatalkan, maka dengan begitu pernikahan harus dipenuhi. Pasalnya, ikatan janji terlihat oleh 2 keluarga besar pasangan pengantin.
Ini adalah bentuk tanggung jawab sebagai seorang muslim, wajib bagi kita untuk memenuhi janji yang telah disebutkan dalam Al Qur’an, Sura Al Isra, ayat 34.
”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.
D. Tata Cara Tunangan Dalam Islam
Setelah itu, mengacu pada langkah-langkah tunangan dalam Islam. Tapi sebaiknya memilih jalan Taaruf. Taaruf itu apa?
Nanti di Taaruf ini ada jalan yang bisa dilalui. Berikut adalah cara terbaik untuk tunangan dalam Islam. Mengikat hubungan dalam rencana pernikahan.
Namun tentu ada batas waktu bagi Taaruf. Untuk menjawab berapa lama? Hal ini dapat kita pelajari pada saat akad nikah setelah proses taaruf dilakukan.
Adapun tata cara yang dapat dilakukan untuk mengajak wanita ta’aruf, salah satunya adalah prosesi yang dapat dilakukan secara bertahap:
1. Membuat Proposal Taaruf
Proposal taaruf ini berisi tentang narasi diri kita, karakter diri kita, pedoman hidup yang harus kita jalani, persyaratan apa yang diinginkan.
Ini juga berisi visi tentang kehidupan pernikahan. Saran ini kemudian diperuntukkan untuk tujuan tertentu atau ditukar dengan orang-orang yang mau belajar.
2. Temui perantara dan temukan pasangan
Perantara di sini bisa kerabat dekat seperti saudara, rekan kerja, anggota keluarga atau mak comblang yang berada dalam jemaah ta’lim. Umumnya ustadz atau ustadzah akan menemani Anda.
Jika menurut mediator sudah ada calon yang cocok, maka mediator akan menghadapkan kedua pihak tersebut dan pada kesempatan ini saatnya mencari tahu segala macam hal yang ingin diketahui oleh calon mitra.
3. Shalah Istikhara
Selanjutnya kedua calon pasangan dianjurkan untuk melaksanakan shalat istikharah untuk mendapatkan hidayah dari Allah dan agar tidak ada keraguan padanya.
Seperti yang kita ketahui, manusia hanya bisa merencanakan dan Allah yang menentukan segalanya.
4. Khitbah
Dan saat melakukan proses khitbah ini tidak harus semarak, khitbah ini menjadi gelar untuk mendekatkan kedua keluarga.
Untuk itu, berikut alasan atau dasar hukum khitbah yang dapat kita teliti dan cermati, salah satunya adalah sebagai berikut:
a. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!”
b. Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:
أُنْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.”
c. Imam at-Tirmidzi rahimahullaah berkata,
“Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya.”
d. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَانْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.
“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
5. Akad atau pernikahan
Terakhir, akad pernikahan. Inilah buah dari kesepakatan setelah menjalankan tujuan ta’aruf, yaitu mencari pasangan hidup dari sudut pandang agama Islam.
Baca juga: 2 Tata Cara Tunangan dalam Islam
Kesimpulan
Itu banyak hal untuk kita jelajahi. Semoga informasi ini dapat mencerahkan kita tentang hukum tunangan dalam islam dan menambah wacana dan ilmu pengetahuan.
Dan kedepannya juga bisa menjadi ladang pembelajaran bagi kita semua. Bahkan, itu juga mengacu pada banyak hal yang akan dijelaskan secara singkat.
Sekian artikel mengenai Hukum Tunangan dalam Islam, semoga bermanfaat.